“Hoaamm...”,
aku terbangun dari tidurku yang nyenyak. “Untung sekarang hari minggu”,
sahutku. Aku langsung bangun dari tempat tidurku lalu bergegas untuk
membereskannya. Ya, memang sekarang adalah hari minggu, tapi hari minggu bukan
menjadi hari libur untukku seperti kebanyakan anak-anak lain yang menghabiskan
akhir pekan mereka untuk jalan-jalan, berbelanja, ataupun berekreasi ke tempat
seru bersama keluarga mereka. Di hari libur seperti ini, aku membantu Ibuku
berjualan Pecel di Pasar. Ya, Ibuku adalah seorang penjual pecel. Dan aku
sangat bangga terhadap Ibu walaupun Ibu adalah seorang penjual pecel.
Aku
Via, aku adalah anak pertama dari 2 orang bersaudara. Aku mempunyai satu adik
perempuan bernama Kia yang umurnya masih 9 tahun. Bapakku sudah meninggalkan
kami selama hampir 5 tahun karena penyakit TBC. Jadi, ibuku bisa dikatakan
sebagai single parents di keluarga kami ini.
“Vi...
Cepat! Kita sudah hampir terlambat. Langganan Ibu nanti nungguin, ayo lah kamu
lagi ngapain sih!” Sahut Ibu. “Iyaaa bu, Via udah siap nih. Bismillah yah bu,
semoga hari ini dagangan kita laku keras, berangkaaaatt!” Sahut aku semangat.
Sesampainya di pasar, ternyata benar langganan Pecel Ibuku sudah banyak yang
nunggu. Seneng banget liatnya, walaupun Ibuku menjual Pecel ini dipasar, tapi
langganannya udah dimana-mana. Aku membantu Ibu membungkus pesanan, menghitung,
mengikat, pokoknya semuanya bisa deh aku kerjain! Jam telah menunjukkan pukul
16.00 sore. Ini memang saatnya kami pulang kerumah. Lagipula dagangan Ibu sudah
habis.
Sesampai
dirumah, tidak sengaja aku melihat ke arah kalender. “Yaampun! Sebentar lagi
kan tanggal 3 April, Ibuku ulang tahun!”. Aku langsung memeriksa isi dompetku,
ternyata hanya ada Rp 15.000. “Mana cukup beliin Ibu Kue dan hadiah kalo aku
cuman punya duit segini.” Fikirku sedih. Terpaksa aku membuka celenganku.
“Praaanggggg” Celenganku pun pecah. Lalu aku hitung satu demi satu uang yang
ada. Terkumpul Rp 356.000. “Aku ingat, waktu itu Ibu pernah bilang kalo Ibu
pengen punya perhiasan lagi. Soalnya kan waktu itu perhiasan Ibu satu-satunya
terpaksa dijual untuk biaya berobat Kia. Bismillah, semoga uang ini bisa buat
beli perhiasan untuk Ibu.” Sahutku.
Senin
pun tiba. Aku berangkat sekolah seperti biasa menggunakan sepeda andalanku
sejak aku masih di sekolah dasar. Sepeda ini adalah kado ulang tahunku yang ke
8 pemberian dari Bapak. “Kringggg...Kringgg...” Bel istirahat berbunyi. “Vi,
ayo ke kantin!” Ajak temanku. “Ah ngga usah, aku ngga jajan dulu buat satu
minggu kedepan. Lagian aku ga lapar” Jawabku. Aku sengaja menghindari kantin
supaya uang jajanku tetap utuh. Seminggu aku tidak ke kantin. Maka terkumpul
lah uangku untuk membelikan kado buat Ibu.
Besok
adalah hari ulang tahun Ibu. Sepulang sekolah, aku bergegas ke Toko Emas untuk
membeli perhiasan untuk kado Ibu. Disana aku memilah-milah berbagai cincin.
Cantik-cantik model cincinnya, aku sampai bingung harus pilih yang mana.
Melihat kondisi uangku yang tidak terlalu banyak, dan kebetulan saat ini harga
emas lagi naik, aku hanya bisa membelikan Ibuku emas dengan model yang biasa
saja. Tapi menurutku, walaupun biasa tapi pasti tetap terlihat manis kalau
dipakai di jari manis Ibu.
3
April. Ya, hari ini hari Ulang Tahun Ibu. Tidak sabar rasanya aku ingin
cepat-cepat memberikan kado ini kepada Ibu. Aku keluar dari kamar ku, Adikku
Kia sedang menonton tv sambil melahap sarapan yang dibuat Ibu. Sepertinya Ibu
tidak ingat kalau hari ini adalah hari Ulang Tahunnya. “Ibuuu... Selamat Ulang
Tahunnn!!!” Teriak aku di depan nya. Ibuku Kaget. Kaget sekali. “Yaampun
sayang.. Ibu aja sampai lupa. Ini apa nak?” tunjuk ibuku ke kotak yang berisi
perhiasan itu. “Ibu buka aja” Sahutku. Lalu, Ibuku membukanya. Ibuku kaget
lagi. Dan sekarang Ibuku bukan hanya kaget, tapi dia juga meneteskan air mata.
“Via..Kamu dapet uang dari mana sampai bisa membelikan Ibu Perhiasan seperti
ini, Nak?” Tanya Ibuku sambil memelukku. “Gausah tanya aku dapet dari mana yah
Bu. Yang penting sekarang Ibu seneng kan? Via seneng kalo Ibu seneng. Sekarang
di dunia ini Via cuman punya Ibu dan Kia aja. Jadi Via berkewajiban buat bikin
Ibu dan Kia senang. Sekali lagi, Selamat Ulang Tahun yah, Bu..” Kata ku. Ibuku
menangis terharu sambil memelukku dan memeluk Kia.
No comments:
Post a Comment